Para Ulama menjelaskan tentang adab dan etika dalam berdoa agar
dikabulkan, sebagaimana tuntutan dalam al-Qur‘ân dan Hadis.
Al-Baghawi rahimahullah berkata: “Ada etika dan syarat-syarat
dalam berdoa yang merupakan sebab dikabulkannya doa. Barangsiapa memenuhinya,
maka dia akan mendapatkan apa yang diminta dan barangsiapa mengabaikannya,
dialah orang yang melampaui batas dalam berdoa; sehingga doanya tidak berhak
dikabulkan”.[1]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kedua ayat berikut mencakup
adab-adab berdoa dengan kedua jenisnya (doa ibadah dan doa permohonan);
Iaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا
وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ
بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ
قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
” Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Janganlah kamu membuat kerosakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik. [al-A‘raf/7:55-56] [2]
Dan Ibnu Katsîr rahimahullah membawakan sejumlah hadits-hadits
yang berkaitan dengan adab-adab tersebut iaitu: [3]
1. Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan
dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
قَالَ إِنَّ اللّهَ حَيِيٌ كَرِيمٌ
يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
خَائِبَتَيْنِ
” Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha pemalu lagi Maha
pemurah terhadap seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya (berdoa),
kemudian kedua tangannya kembali dengan kosong dan kehampaan (tidak
dikabulkan).” [4]
2. Memulakan doa dengan pujian terhadap Allah Subhanahu wa
Ta’ala, kemudian Salawat dan Salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, selanjutnya bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawasul
yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan asma’ dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan amal shalih dan
selainnya.[5]
3. Bersangka baik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan
dalam sebuah hadis qudsi dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يَقُولُ اللَّه عَزَّوَجَلَّ :
يَقُولُ أَنَّا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِيْ
” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku (akan) sebagaimana
hamba-Ku menyangka tentang-Ku, dan Aku akan bersamanya jika ia berdoa
kepada-Ku”[6]
al-Qurthûbi rahimahullah berkata: ” maknanya adalah hamba itu
menyangka dikabulkannya doa, diterimanya taubat, diberikan ampun melalui
istighfâr, serta menyangka dibalas dengan pahala atas ibadah yang dilakukan
sesuai syarat-syaratnya sebagai keyakinan akan kebenaran janji Allah Subhanahu
wa Ta’ala. [7]
4. Menjauhi sikap tergesa-gesa mengharapkan terkabulnya doa;
karena ketergesa-gesaan itu akan berakhir dengan sikap putus asa sehingga ia
tidak lagi berdoa. Na‘ûdzubillâh.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسْتَجَابُ لأَِحَدِكُم
مَالَم يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَم يُتَجَبْ لِي
” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahawa Rasulullah
bersabda “ Akan dikabulkan (doa) seseorang di antara kalian selama dia tidak
tergesa-gesa, iaitu dia berkata ‘aku telah berdoa namun belum dikabulkan
bagiku’ “.[8]
Dalam lafaz lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قَالَ لاَيَزَالُ يُستَجَابُ
لِلعَبْدِ مَا لَم ْيَدْع ُبِإِثْم أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَالَمْ يَسْتَعْجِل
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الاِستِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ
دَعَوْتُ فَلَم أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ
الدُّعَاءَ
” Sentiasa akan dikabulkan (doa) seorang hamba selama tidak
meminta sesuatu yang membawa dosa atau memutuskan tali kekeluargaan, selama dia
tidak tergesa-gesa. Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
: “Wahai Rasulullah , apa yang dimaksud tergesa-gesa?” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Dia berkata ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa
namun aku tidak pernah mendapatkan doaku dikabulkan’, kemudian ia berputus asa
dan meninggalkan berdoa.[9]
5. Membersihkan jiwa raga dari berbagai kotoran dosa. Hati yang
kotor dengan berbagai maksiat atau jiwa yang tidak bersih dari perkara haram
akan menghalang terkabulnya doa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيًّهَا النَّاسُ إِنَّ
اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإنَّ اللَّهَ أَمَرَ
الْمُؤْمِنِيْنَِ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّيسُلُ
كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
وَقَالَ يَاأَيُّهَاالذِنيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَا كُمْ
ثُمَّ دَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمََِشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامٌ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
baik dan tidak menerima melainkan yang baik. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin dengan apa yang telah diperintahkannya
kepada para rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai para rasul
makanlah kalian dari yang baik dan beramal solehlah, sesungguhnya Aku Maha
mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Wahai orang-orang
yang beriman makanlah rizki yang baik dari apa yang diberikan kepada kalian…”.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
seorang musafir yang berjalan jauh sehingga tidak terurus rambutnya, lusuh dan
berdebu tubuhnya, dia mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya berdoa
menyeru: “Wahai tuhanku, wahai tuhanku …”, namun makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya haram dan diberi dari yang haram, bagaimana mungkin akan
dikabulkan doanya?”.[10]
6. Yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengabulkan doa
selama tidak ada sesuatu pun yang menghalangnya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَاَنْتُمْ
مُوقِنُونَ بِاْللإِجَاَبَةِ وَاعْلَمُواأَنَّ اللَّهَ لاَيَسْتَجِيبُ دُعَاءً
مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
” Berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kalian yakin
(akan) dikabulkan, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa (seorang hamba)
yang hatinya alpa serta lalai “.[11]
Dalam hadis lain dari Abu Sa‘id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu
bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: [12]
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو
بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إثْمٌ وَلاَقَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّأَعْطَاهُ اللَّهُ
بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّ
خِرَهَا لَهُ فِي الآخِرَةِ وَإِمَّا اَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا
قَالُوا إِذًا نُكثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
” Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan sebuah doa yang tidak ada dosa atau pemutusan ikatan kekeluargaan
di dalamnya, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya satu di antara
tiga perkara; 1) boleh jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengabulkan doa
tersebut, 2) atau menyimpan sebagai tabungan baginya di akhirat, 3) atau
menyelamatkannya dari kejahatan yang setara dengan doa yang dipanjatkannya.”
Para sahabat berkata : “Jika demikian, kami akan memperbanyak (doa).”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
lebih banyak.[13]”
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata : “Yang dimaksud adalah bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan doa seseorang, dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak disibukkan dengan sesuatu apapun. Dia Subhanahu wa
Ta’ala Maha mendengar doa. Dalam hal ini terdapat anjuran (memperbanyak) berdoa
kerana tidak satu pun yang luput dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala .”[14]
Terutama pada saat kita tengah mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hendaknya kita
mengambil kesempatan yang istimewa ini dengan memperbanyak doa bagi kebaikan
kita di dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَ ثٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَ تُهُمْ
: الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَاْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ
” Ada tiga orang yang tidak ditolak doanya; seorang yang
berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang adil dan seorang yang
dizalimi.[15]
Marilah kita semua memperbanyak doa sebab Allah Subhanahu wa
Ta’ala murka terhadap yang orang yang tidak berdoa kepada-Nya sebagaimana
firman-Nya:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي
أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي
سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
” Dan tuhanmu berkata: “Berdoalah kepadaku, sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepadaku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina.”[16]
Demikian pula dijelaskan dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ مَنْ لَم يَدْعُ اللَّه يَغْضَبْ
عَلَيْه” yang artinya:
“Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala marah terhadapnya”.[17]
Ibnu al-Mubârak Radhiyallahu ‘anhu berkata :
الرّحْمَنُ إِذَا سُئِلُ أَعْطَى،
وَالرَّحِيْمُ إِذَا لَمْ يُسْأَلْ يغْضَبُ
Ar-Rahmân (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia diminta akan
memberi, dan Ar-Rahîm (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia tidak diminta akan
marah.[18]
Ya Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku berlindung kepada Engkau dari
ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu‘, dari jiwa yan tidak
puas, serta dari doa yang tidak dikabulkan”.[19
_______
[1]. Ma‘âlimut-Tanzîl : 1/156
[2]. Badâi‘ul Fawâid : 3/2
[3]. Maklumat lebih luas tentang etika dalam berdoa lihat juga kitab “Tashhîhud-du`a” karya Syaikh Bakr Abu Zaid
[4] Shahîh Sunan at-Tirmidzi : 2819, Shahîh Sunan Ibnu Mâjah : 3117
[5]. Lihat klasifikasi tawasul dalam kitab “At-Tauhid” karya Syaikh Shâlih al-Fauzân, hal: 68-71
[6]. HR. al-Bukhâri 7405, Muslim 6805. Ahmad 13192 dengan sanad shahîh
[7]. Fathul Bari; bab firman Allah نفسه ويحذركم 13/397
[8]HR. al-Bukhâri 6340, Muslim 6934, Abu Dâwud 1484, Ibnu Mâjah 3853, Ahmad 10312
[9]. HR. Muslim 6936
[10]. HR. Muslim 2346, at-Tirmizi 2989.
[11]. Shahîh Sunan Tirmidzi 2766, al-Mustadrak 1817 keduanya dari hadits Abu Hurairah , lihat Silsilah Shahîhah no: 594
[12]. Bukhâri dalam Al-Adâbul-Mufrad no: 547, Shahîh Sunan at-Tirmidzi 2728, Ahmad: 11133, al-Hâkim dalam al-Mustadrak: 1816
[13]. Ath-Thibi berkata “yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak (lagi) menkabulkan…”. Lihat Tuhfatul Ahwadzi 10/25
[14]. Tafsir al-Qur‘ânul-‘Azhîm 1/286
[15]. HR. Ibnu Hibbân 5/298 no: 3419. Lihat Silsilah Shahîhah 4/406 no: 1797
[16]. Surah Ghâfir 40:60
[17]. Shahîh Sunan Ibnu Mâjah 3085. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Silsilah Shahîhah no: 2654
[18]. Taisirul-‘Azîz al-Hamîd hal: 15
[19]. HR. Muslim 6906
SUMBER.
[1]. Ma‘âlimut-Tanzîl : 1/156
[2]. Badâi‘ul Fawâid : 3/2
[3]. Maklumat lebih luas tentang etika dalam berdoa lihat juga kitab “Tashhîhud-du`a” karya Syaikh Bakr Abu Zaid
[4] Shahîh Sunan at-Tirmidzi : 2819, Shahîh Sunan Ibnu Mâjah : 3117
[5]. Lihat klasifikasi tawasul dalam kitab “At-Tauhid” karya Syaikh Shâlih al-Fauzân, hal: 68-71
[6]. HR. al-Bukhâri 7405, Muslim 6805. Ahmad 13192 dengan sanad shahîh
[7]. Fathul Bari; bab firman Allah نفسه ويحذركم 13/397
[8]HR. al-Bukhâri 6340, Muslim 6934, Abu Dâwud 1484, Ibnu Mâjah 3853, Ahmad 10312
[9]. HR. Muslim 6936
[10]. HR. Muslim 2346, at-Tirmizi 2989.
[11]. Shahîh Sunan Tirmidzi 2766, al-Mustadrak 1817 keduanya dari hadits Abu Hurairah , lihat Silsilah Shahîhah no: 594
[12]. Bukhâri dalam Al-Adâbul-Mufrad no: 547, Shahîh Sunan at-Tirmidzi 2728, Ahmad: 11133, al-Hâkim dalam al-Mustadrak: 1816
[13]. Ath-Thibi berkata “yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak (lagi) menkabulkan…”. Lihat Tuhfatul Ahwadzi 10/25
[14]. Tafsir al-Qur‘ânul-‘Azhîm 1/286
[15]. HR. Ibnu Hibbân 5/298 no: 3419. Lihat Silsilah Shahîhah 4/406 no: 1797
[16]. Surah Ghâfir 40:60
[17]. Shahîh Sunan Ibnu Mâjah 3085. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Silsilah Shahîhah no: 2654
[18]. Taisirul-‘Azîz al-Hamîd hal: 15
[19]. HR. Muslim 6906
SUMBER.
No comments:
Post a Comment